Jumat, 19 Februari 2010

Pucuk Masih Disana

hahhh....
sayup mata memandang...
gontai langkah melaju...
lemah jantung berdegup
pucuk masih disana...

segunung jadi sebukit
sebukit jadi sepetak
sepetak jadi setitik
setitik pun pudar hambur bercampur angin...
pucuk masih disana...

hahh...
mungkin pudar kan jadi titik
titik kan jadi petak
petak kan jadi bukit
bukit kan jadi gunung
dan pucuk pun akan disini...

yah...semoga...
pudar tak kan lelah,sayup dan gontai
semoga ia menjadi titik, petak, bukit dan gunung...
tuk meraih pucuk masih disana...

pudar...
rengkuhlah pucuk yang masih disana....

Selasa, 16 Februari 2010

samar…

redup nyala lilin putih membelit mata

mata memutar mencari samar bayang

bayang melintas mengitari namun samar

samar tetap samar tak pernah tak samar

mata mendelik menatap samar

kunang-kunang yang tak samar

membuat samar menjadi samar

hingga detik ini samar tetap menjadi samar ibu…

ibu…

bisakah kau singkirkan samar?

ibu…

maafkan anakmu kini tetap menjadi samar

ibu…

mungkin ibu tak ingin menatapku samar

tapi…

maafkan anakmu ibu karena tetap samar

maafkan anakmu ibu tetap hidup dalam samar… dalam bayangan…

samar bayang kehidupan…

maafkan ibu…

Minggu, 14 Februari 2010

Buta Tuli

Yoyakarta 23 Juli 09




Ribuan kali kau tunjukan ...

Ribuan kali kau katakan...

Dengarlah jeritan anak, rintihan anak yang kesakitan itu...
Dengarlah tawa riang lelaki yang berbandan bongsor itu...
Dengarlah tangis wanita yang terkena timah panas itu
Dengarlah reruntuhan tembok yang tercabik-cabik oleh gempa...

Lihatlah...lihatlah semua...
Lihatlah...dengan matamu yang membelalak tapi buta...
Dengarlah.. dengan telingamu yang menganga tapi tuli ...

Kau buta...
kau tuli...
karena semua kauangap biasa saja...

Rapuh

Jogyakarta 11 Juni 2009

Ia datang lagi malam itu ...
membimbing... menuntun... mengarahkan dan mendorong jiwanya yang rapuh
rapuh seperti karang di pantai yang terus terkikis air garam
yang pasti akan lapuk dimakan waktu...

Semua begitu cepat dan singkat
Yang Ia tumpuk sehari, sebulan, setahun
Sedetik bahkan setiap kejapan perasaannya...
Kandas... hilang tanpa bekas... tak tersisa...

Ia datang lagi malam itu...
Ia mengulang lagi malam itu....
Ia tak mampu... tak sanggup...tak kuasa menahannya...

Tertatih Ia melangkah … … …
Tubuhnya terombang-ambing menyusuri liku kehidupan …
Jiwanya tergoncang, tergoyang, termakan oleh
Rayuan iblis yang mengerogati jiwanya … … …

Ia... ... tak tahu mesti kemana... Mencari akar kehidupan … …

Di mana kehangantan itu bersembunyi...

Malam yang hening, ricik air kanal di depan rumah dan bunyi jangkrik tak Ia dengar lagi malam itu. Hanya pertengkaran yang Ia dengar. Pertengkaran yang tak pernah usai, terus terulang dan terulang. Tak ada yang mau mengalah, semua merasa benar. Bocah kecil itu menangis digendongan Ibunya. Lampu ublik yang menempel di dinding papan ruang tamu rumah itu, yang menjadi saksi bisu pertengkaran orang tuanya. Berkali-kali kursi tua reot itu menjadi korban luapan amarah bapak ibunya. Dibalik gendongan ibunya bocah itu mengigil, menangis tanpa suara, mendelik ketakutan mendengar suara yang meledak-ledak seakan memecah gendang telinganya. Ia tak tau yang Ia rasakan. Ia tak tau yang Ia pikirkan. Ia tak tau yang ia takutkan. Bocah laki-laki bertubuh mungil itu, hanya tau ibunya benci bapaknya.

Ia tersentak ketika rambut ibunya dijambak bapaknya. Ibunya terjatuh, Ia tertindih, Ia merasakan sakit. Mungkin ibunya juga kesakitan. Air matanya membasahi punggung ibunya. Ia ketakutan mendengar teriak ibunya, teriakan memilukan dan ngenes membuatnya merinding . Ia mau pergi tapi tak bisa. Jarik ciut usang itu mengikat tubuhnya, sampai Ia tak mampu melepaskan diri. Seakan jarik ciut itu menginginkan Ia menjadi saksi hidup pertengkaran itu. Ia tak tau mengapa bapak ibunya bertengkar. Ia hanya mendengar celoteh Ibunya.

”Bunuh saja aku, dari pada kau siksa seperti ini” seloroh ibu nya dengan nada tersendat.

”Pergilah dengannya kalau itu yang kau ingikan. Aku dan anakmu rela. Lebih baik hidup tanpa suami dari pada makan hati” ucap ibunya sambil beranjak dari lantai tanah yang lembab.

Ia melirik bapaknya yang duduk diam di kursi reot dengan wajah garang dan mata memerah. Ia terus melirik wajah bapaknya. Ia ingin melihat senyum bapaknya. Ia ingin dipangkuan bapaknya yang selalu menceritakan kisah kancil mencuri timun dan kijang makan kacang, yang selalu diulang-ulang. Tapi malam itu bukan miliknya, ia tak mendapatkanya.

Ibunya duduk di amben bambu dan memeluknya dengan erat, matanya sembab dengan air mata. Bocah itu mendengar bunyi pintu yang dibanting. Mungkin bapaknya yang membanting pintu itu. Mungkin juga bapaknya tidak akan menceritakan kancil mencuri timun dan kijang makan kacang lagi.

”Ibu jangan menangis... Ibu jangan menagis...” ucap bocah itu dengan nada tersendat. Ibunya hanya diam, terisak, bersandar didinding papan, hanya lampu ublik yang menempel di dinding itu, yang setia menerangi hidupnya.

”Bila sudah besar nanti, jangan pernah kamu meniru kelakuan bapakmu. Ia, orang yang tidak bertanggung jawab, bisanya hanya menyiksa perasaan Ibumu ini. Tidurlah... jangan pikirkan bapakmu” ucap Ibunya sambil membelai rambutnya. Malam itu Ia tidur dengan rasa sakit yang Ia tak tahu dimana rasa sakit itu bersembunyi. Ibunya tidur berselimutkan dendam, amarah dan kebencian yang bersarang dihatinya.

Bukan Jomblo Biasa

Roy, Si jomblo tulen ini, gampang kebakaran jenggot setiap kali mendengar berita temannya baru jadian. Untuk membuktikan bahwa dia bukan jomblo tulen, dia memiliki misi, misi yang menurutnya harus diperjuangankan. Misi Roy adalah, mencari cinta sejatinya. Kemanapun dan dimanapun ia berada, misi itu tak pernah padam. Sampai akhirnya, ia bertemu Birty, gadis energik yang memikat hati Roy. Segala upaya Ia gunakan untuk mendekati birty. Tidak hanya di dunia nyata, dunia maya pun Ia jelajahi untuk mendekai Birty. Namun, satu hal yang tidak pernah Roy duga, di dunia maya ia terpikat dengan Niesi. Gadis lembut nan jauh diseberang itu, mampu menjerat hati Roy hingga ia kelimpungan. Berawal dari fb sampai akhirnya berlanjut ke hp. Roy dan Niesi makin dekat dan makin akrab. Hampir setiap menit, hp Roy bordering tanda ada sms masuk. Tak puas sms, mereka melanjutkan lewat chatting, masih tak puas mereka melanjutkan via telephon. Apakah Roy melupakan Birty? Tidak. Dia semakin akrab juga dengan Birty, sama akrabnya seperti denga Niesi. Akankah perjalanan Roy untuk mencarai cinta sejatinya berjalan mulus seperti yang diharapakan? Siapa yang bakal jadian sama Roy, Birty ataukah Niesi?

Ikuti kisah Roy dalam Bukan Jomblo Biasa….

Sabtu, 13 Februari 2010

Gejolak Jiwa

Dalam sekejap perasaan manusia selalu berubah-ubah.
Sekejap muncul perasaan menderita,
perasaan serakah menginginkan sesuatu yang berlebihan,
perasaan menindas yang lemah dan menjilat yang kuat,
perasaan tidak mau kalah dengan siapa saja dan merasa paling hebat,
Dalam sekejap perasaan hati kita bisa tenang sehingga mampu melihat sesuatu dengan hati dan pikiran yang jernih.
Dalam sekejap pun, kita bisa merasa gembira, bahagia dan merasakan segalanya serba indah dan menyenangkan.
Kita juga bisa merasakan keinginan yang kuat seakan tak bisa padam untuk mengetahui dan mempelajari sesuatu,
Kita bisa disadarkan oleh sesuatu hal yang kecil sehingga kita bisa merasa seolah-olah kita sudah tahu segalanya.
Dalam sekejap pula kita muncul perasaan mengasihi dan memikirkan orang lain.
Tetapi, sungguh sulit memunculkan perasaan yang tidak terikat, bebas dan suci...